4 juta GenZ tak sekolah dan kuliah, Litbang Diklat Kemenag tawarkan metode MOOC
Data dari Badan\\' Pusat Statistik mengungkap bahwa ada sekitar 4 juta Generasi Z yang tidak sekolah, dan tidak kuliah. Kondisi ini tentu menjadi perhatian sekaligus tantangan bagi Pemerintah untuk mencari solusi. Balitbang Diklat Kementerian Agama mencoba mengambil peran dengan merancang dan memperkenalkan Corporate University, sebuah rukun dan metode belajar tingkat lanjutan (kuliah) berbiaya kecil, yakni Massive Open Online Course (MOOC).
Elshinta.com - Data dari Badan' Pusat Statistik mengungkap bahwa ada sekitar 4 juta Generasi Z yang tidak sekolah, dan tidak kuliah. Kondisi ini tentu menjadi perhatian sekaligus tantangan bagi Pemerintah untuk mencari solusi.
Balitbang Diklat Kementerian Agama mencoba mengambil peran dengan merancang dan memperkenalkan Corporate University, sebuah rukun dan metode belajar tingkat lanjutan (kuliah) berbiaya kecil, yakni Massive Open Online Course (MOOC).
Istilah itu merujuk pada kampus perusahaan, namun tidak berbeda jauh dengan kampus PTKN.
Kepala Badan Litbang dan Diklat Prof. Suyitno mejelaskan, bahwa salah satu tantangan pelatihan. Selain mahalnya UKT, adanya mindset pelayanan pendidikan yang masih konvensional.
"Ini menjadi gambaran yanga akan dihadapi, baik oleh lembaga kediklatan, maupun lembaga akademis," terang Suyitno.
Di era transformasi digital, seharusnya layanan pendidikan bukan lagi tantangan. Layanan konvensional apalagi tatap muka, sudah bukan lagi zamannya. Tidak perlu lagi memikirkan daya tampung kelas, atau pun luas lahan kampus.
"Cost pendidikan akan tetap mahal, jika melibatkan pembangunan dan perawatan Infrastruktur Gedung Kampus," kata Suyitno. Untuk itulah pelatihan dengan berbasis MOOC, merupakan solusi di era transformasi digital.
MOOC menuntut dosen selalu update dan upgrade
Sebagai gambaran, rangkaian MOOC telah berteknologi digital. Materi pembelajarannya sudah secara synchronous-asynchronous, sesuai target dan kebutuhan mahasiswa dari berbagai belahan dunia.
Perkuliahan atau Prodi, lanjut Suyitno harus berbasis pada kebutuhan Institusi, bukan kebutuhan dosen. Jika masih demikian, dampaknya akan ada mata kuliah yang tidak relevan dengan kebutuhan.
Dengan diterapkannya MOOC dengan transformasi digital, maka bukan hanya mahasiswanya, sang dosen harus selalu update dan upgrade diri.
"Universitas harus mau dan berani mengubah mindset, agar kampus berani memasifkan jumlah peserta didik, bahkan menggratiskan biaya pendidikan. Hal ini hanya bisa terwujud jika metode MOOC diterapkan," tegas Suyitno. (vit)
Sumber: Litbang Diklat Kemenag